Judul: The Math Instinct
Penulis: Keith Devlin
Penerbit: Thunder’s Mouth Press
Kota terbit: New York
Tahun terbit: 2005
Tebal buku: 279 hlm
Buku ini aku beli pada saat Indonesia Book Fair di Senayan tahun 2011 silam. Waktu itu aku menemukan buku ini di salah satu stand penerbit, buku ini ditumpuk bersama buku lainnya, terletak di sudut dan cukup tersembunyi. Pertama kali melihat judulnya aku sudah tertarik, sepertinya ini buku yang bagus. Ternyata setelah aku baca sampai habis, buku ini memang buku yang bagus. Aku mendapatkan banyak ilmu dari buku ini, apalagi pengarang buku ini adalah seorang professor matematika di Universitas Stanford yang juga banyak menuliskan artikel penelitian serta buku-buku yang berkaitan dengan matematika. Dari judul buku ini, “The Math Instinct”, mungkin akan ada banyak pertanyaan mengenai isinya. “Apa itu math instinct? Insting matematika? Terdengar aneh”. Baiklah, aku akan menceritakan isi dari buku ini secara singkat.
Buku ini terdiri dari tiga belas bab. Antara satu bab dengan bab yang lainnya memiliki hubungan yang cukup signifikan. Bab satu dimulai dengan penjelasan mengenai kemampuan bayi berumur empat bulan dalam mengenal matematika. Hal ini dijelaskan melalui berbagai penelitian yang pernah dilakukan oleh para psikolog anak. Pada beberapa bab berikutnya, penulis menceritakan tentang hewan dan tumbuhan yang mampu melakukan matematika. Dalam hal ini, jika manusia meniru apa yang dilakukan oleh hewan tersebut, maka dibutuhkan matematika tingkat tinggi untuk melakukannya. Misalnya, kemampuan burung, ikan salmon, paus, kura-kura untuk bermigrasi sejauh ribuan mil. Hewan-hewan tersebut mampu menempuh jarak yang demikian jauhnya dengan arah dan jalan yang tepat. Ada juga kelelawar dan burung hantu, hewan-hewan nokturnal tersebut mampu menangkap mangsanya di tengah kegelapan malam dengan akurat. Sementara lebah dan laba-laba mampu membangun sarang dengan ketepatan yang luar biasa. Sarang lebah yang berbentuk segi enam itu pun memiliki tujuan tersendiri. Sedangkan berang-berang mampu membangun bendungan air yang menakjubkan menggunakan material-material alam berupa kayu, ranting, dan lumpur. Hal-hal tersebut jika dilakukan oleh manusia tentu memerlukan matematika tingkat tinggi. Pada tumbuhan sendiri terdapat pola yang menarik. Misalnya saja pada bunga matahari, jumlah spiral yang terdapat pada bunga matahari menunjukkan bilangan Fibonacci. Hal ini pun memiliki tujuan tersendiri, yaitu memaksimalkan jumlah sinar matahari yang masuk ke dalam bunga tersebut.
Setelah banyak diceritakan mengenai hewan dan tumbuhan dalam melakukan matematika, pada beberapa bab berikutnya penulis menceritakan kembali tentang kemampuan manusia dalam melakukan matematika. Ada juga istilah street mathematics, dimana orang-orang mampu melakukan aritmetika dengan baik ketika melakukan kegiatannya sehari-hari, misalnya pada saat proses jual-beli. Ketika orang-orang tersebut diberikan soal matematika yang sama dengan yang biasa mereka lakukan dalam kegiatan sehari-hari, namun diberikan dalam bentuk yang lain, yaitu berupa soal-soal yang tertulis seperti yang biasa dilakukan di sekolah pada umumnya, mereka mengalami kesulitan yang berarti dalam pengerjaannya.
Penulis juga menekankan bahwa terdapat dua jenis matematika, yaitu matematika abstrak yang biasa dilakukan oleh manusia dan diajarkan di sekolah serta matematika alami yang juga dapat dilakukan oleh manusia serta spesies lain. Namun, tetap saja keduanya adalah matematika, perbedaannya terletak pada bagaimana matematika tersebut dilakukan. Matematika abstrak bersifat simbolik atau menggunakan simbol-simbol yang mewakili sesuatu serta terikat pada aturan, sementara matematika alami, muncul secara alami. Di buku ini ada banyak penelitian yang diulas dan hal ini membuka wawasanku tentang banyak hal. Setelah membaca buku ini, aku mendapatkan pengertian yang baru mengenai matematika dan dunia.
Buku ini aku beli pada saat Indonesia Book Fair di Senayan tahun 2011 silam. Waktu itu aku menemukan buku ini di salah satu stand penerbit, buku ini ditumpuk bersama buku lainnya, terletak di sudut dan cukup tersembunyi. Pertama kali melihat judulnya aku sudah tertarik, sepertinya ini buku yang bagus. Ternyata setelah aku baca sampai habis, buku ini memang buku yang bagus. Aku mendapatkan banyak ilmu dari buku ini, apalagi pengarang buku ini adalah seorang professor matematika di Universitas Stanford yang juga banyak menuliskan artikel penelitian serta buku-buku yang berkaitan dengan matematika. Dari judul buku ini, “The Math Instinct”, mungkin akan ada banyak pertanyaan mengenai isinya. “Apa itu math instinct? Insting matematika? Terdengar aneh”. Baiklah, aku akan menceritakan isi dari buku ini secara singkat.
Buku ini terdiri dari tiga belas bab. Antara satu bab dengan bab yang lainnya memiliki hubungan yang cukup signifikan. Bab satu dimulai dengan penjelasan mengenai kemampuan bayi berumur empat bulan dalam mengenal matematika. Hal ini dijelaskan melalui berbagai penelitian yang pernah dilakukan oleh para psikolog anak. Pada beberapa bab berikutnya, penulis menceritakan tentang hewan dan tumbuhan yang mampu melakukan matematika. Dalam hal ini, jika manusia meniru apa yang dilakukan oleh hewan tersebut, maka dibutuhkan matematika tingkat tinggi untuk melakukannya. Misalnya, kemampuan burung, ikan salmon, paus, kura-kura untuk bermigrasi sejauh ribuan mil. Hewan-hewan tersebut mampu menempuh jarak yang demikian jauhnya dengan arah dan jalan yang tepat. Ada juga kelelawar dan burung hantu, hewan-hewan nokturnal tersebut mampu menangkap mangsanya di tengah kegelapan malam dengan akurat. Sementara lebah dan laba-laba mampu membangun sarang dengan ketepatan yang luar biasa. Sarang lebah yang berbentuk segi enam itu pun memiliki tujuan tersendiri. Sedangkan berang-berang mampu membangun bendungan air yang menakjubkan menggunakan material-material alam berupa kayu, ranting, dan lumpur. Hal-hal tersebut jika dilakukan oleh manusia tentu memerlukan matematika tingkat tinggi. Pada tumbuhan sendiri terdapat pola yang menarik. Misalnya saja pada bunga matahari, jumlah spiral yang terdapat pada bunga matahari menunjukkan bilangan Fibonacci. Hal ini pun memiliki tujuan tersendiri, yaitu memaksimalkan jumlah sinar matahari yang masuk ke dalam bunga tersebut.
Setelah banyak diceritakan mengenai hewan dan tumbuhan dalam melakukan matematika, pada beberapa bab berikutnya penulis menceritakan kembali tentang kemampuan manusia dalam melakukan matematika. Ada juga istilah street mathematics, dimana orang-orang mampu melakukan aritmetika dengan baik ketika melakukan kegiatannya sehari-hari, misalnya pada saat proses jual-beli. Ketika orang-orang tersebut diberikan soal matematika yang sama dengan yang biasa mereka lakukan dalam kegiatan sehari-hari, namun diberikan dalam bentuk yang lain, yaitu berupa soal-soal yang tertulis seperti yang biasa dilakukan di sekolah pada umumnya, mereka mengalami kesulitan yang berarti dalam pengerjaannya.
Penulis juga menekankan bahwa terdapat dua jenis matematika, yaitu matematika abstrak yang biasa dilakukan oleh manusia dan diajarkan di sekolah serta matematika alami yang juga dapat dilakukan oleh manusia serta spesies lain. Namun, tetap saja keduanya adalah matematika, perbedaannya terletak pada bagaimana matematika tersebut dilakukan. Matematika abstrak bersifat simbolik atau menggunakan simbol-simbol yang mewakili sesuatu serta terikat pada aturan, sementara matematika alami, muncul secara alami. Di buku ini ada banyak penelitian yang diulas dan hal ini membuka wawasanku tentang banyak hal. Setelah membaca buku ini, aku mendapatkan pengertian yang baru mengenai matematika dan dunia.
“Math is about patterns. And patterns are
what life is all about.” (In the book “The Math Instinct” by Keith Devlin,
p.33)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar